Astagfirullah! Rajin Shalat Berjama'ah, Tapi Kepalanya Jadi Keledai Di Akhirat Nanti, Ternyata Penyebanya Karena Perilaku Seperti Ini. Jangan Di Anggap Remeh!!

Bagi seorang laki-laki muslim, sangat disyariatkan untuk bisa menjalankan shalat fafdhu berjamaah di masjid. Selain tersebab ganjaran yang berlipat 27 derajat, sebagian ulama bahkan mewajibkan hukum laki-laki untuk melaksanakan shalat berjamaah di masjid. Sebab dengan berjamaah itulah kita bisa dengan sederhana mengetahui kekuatan umat Islam. Bahwa indikator sederhana menilai kuat tidaknya barisan kaum muslim, dari jumlah shaf shalat berjamaahnya.



Hingga Yahudi pun masih dengan bangga mengoyak-ngoyak tubuh umat Islam, merusak kedamaian negara-neraga Islam, sebab mereka teramat meyakini lemahnya kesatuan kita. Tidaklah akan sampai pada kejayaan agama ini, bila barisan subuhnya belum mampu menyamai jumlah shaf di jum’atnya.

Meski mengandung begitu banyak keutamaan, tetapi bukan berarti kita terbebas dari kewajiban untuk memperhatikan segala ketentuan. Betapa Rasulullah teramat ketat jika berkenaan dengan persoalan fardhu shalat. Hingga pernah beliau melihat seorang sahabat shalat, kemudian disuruh mengulangi kembali shalatnya hingga tiga kali. Menyerah sahabat itu sebab ia tidak mampu lagi shalat lebih baik dari yang sudah dilakukannya. Kemudian Rasulullah mengajarkan, dan turunlah perintah untuk mengerjakan shalat sebagaimana Rasulullah mengerjakannya.

Termasuk pada perkara yang satu ini, kejadian yang mungkin banyak dilakukan oleh orang-orang disekitar. Atau mungkin bahkan oleh diri kita sendiri. Ketika shalat berjamaah, tentu terdiri dari imam dan makmum. Imam memiliki tanggungjawab besar memimpin shalat, menanggung seluruh aspek. Makmum diberikan tugas mengikuti imam, mengerjakan apa-apa yang dikerjakan imam.



Di saat menjadi makmum, tentu tugas kita mengerjakan apa-apa yang diperintahkan oleh imam. Sebagaimana keterangan Abu Daud dalam riwayatnya, “Sesungguhnya imam hanya untuk diikuti. Apabila ia bertakbir, maka bertakbirlah, dan kalian jangan bertakbir sampai ia bertakbir. Apabila ia ruku’, maka ruku’lah, dan kalian jangan ruku’ sampai ia ruku’. Apabila ia mengatakan “sami’allahu liman hamidah”, maka katakanlah “Rabbana walakal hamdu”. Apabila ia sujud, maka sujudlah, dan kalian jangan sujud sampai ia sujud.”

Tugas makmum ialah mengikuti gerakan yang dipimpin oleh imam. Tidak diperkenankan bagi seorang makmum untuk bergerak atau mengerjakan sesuatu mendahului imam. Jika demikian, maka apa fungsi dan peran imam sebagai pemimpin? Bukankah ia ditunjuk untuk memimpin gerakan shalat kita? Meski sesungguhnya kita sudah menghafal dengan sangat semuanya.

Terkadang ada sebagian manusia, entah dengan alasan apa, mungkin karena merasa suda sangat hapal gerakannya, bergerak sebelum imam selesai bergerak. Bahkan ada yang sangat-sangat mendahului imam. Imam belum sujud, kepalanya sudah tersungkur ke lantai. Imam belum bangkit, ia sudah sempurna duduknya. Imam belum berdiri, ia sudah tegak tubuhnya. Entah tersebab apa ia demikian, apa mungkin karena tidak biasa jadi makmuk? Atau tidak bersedia dipimpin?

Perilaku yang demikian ternyata bukan hanya terjadi pada umat masa kini, sejak jaman Rasulullah pun sudah dilakukan. Tertuang sebuah cerita dalam riwayat Imam Muslim, dari Anas radiallahu ‘anhu, “Pada suatu hari, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengimami kami shalat. Ketika telah selesai shalat, beliau menghadap kami dengan wajahnya, lalu berkata: “Wahai manusia, sesungguhnya aku adalah imam kalian, maka janganlah kalian mendahuluiku dengan ruku’, sujud, berdiri atau selesai”.

Dalam hadist yang berbeda, Muttafaqun ‘alaihi meriwayatkan, “Tidakkah orang yang mengangkat kepalanya sebelum imam akan Allah rubah kepalanya menjadi kepala himar (keledai)”.

Tegas Rasulullah mengancam, bagi orang-orang yang ketika shalat berjamaah, bergerak mendahului geraknya imam, maka kelak Allah akan mengubah kepalanya di hari kiamat menjadi kepala keledai. Sungguh ini adalah teguran teramat keras bagi kita, bagi orang-orang yang shalat berjamaah, tetapi tidak mengikuti tuntunan syariat untuk tunduk pada perintah imam.

Bersabarlah, tawadhu’lah. Sebab setiap kita sama di mata Allah, keimanan dan ketaqwaan seseorang tidak diukur dari jadi apa dia saat shalat berjamaah. Makmum belum tentu lebih ‘alim dari imam, demikian sebaliknya. Setiap kita sama di sisi Allah, hanya taqwa yang menjadi pembeda utama. Maka janganlah sekali-kali merasa rendah sebagai makmum, hingga terselip perasaan angkuh di dalam hati kita untuk ingkar pada imam. Enggan mengikuti perintahnya. Bergerak sesukanya, lebih unggul dari imam dengan sikap mendahuluinya.

Sungguh tidak ada artinya yang demikian itu. Hanya akan mendatangkan murka Allah yang kelak akan diubah-Nya kepala kita menjadi kelapa seekor keledai.

Lebih tegas, Syaikh Muhammad bin Shalih al ‘Utsaimin berkata,”Yang benar adalah, ketika seseorang mendahului imam dalam keadaan mengetahui dan sadar, maka shalatnya batal. Apabila ia tidak mengetahui atau lupa, maka shalatnya sah. Kecuali udzurnya (lupa, atau tidak tahu) hilang sebelum imam menyusulnya, maka ia harus kembali melakukan amalan yang dilakukan sebelum (gerakan) imam, yang ia telah mendahuluinya setelah imam. Maka apabila tidak melakukan hal tersebut dalam keadaan mengetahui dan sadar, maka shalatnya batal. Jika tidak, maka tidak batal”.

sumber : hijaz.id 

sumber : https://kabar-trenz.blogspot.com/2017/08/suka-shalat-berjamaah-tapi-kepalanya.html#